Senin, 18 Mei 2015

Tugas Perkonomian Indonesia

Nama: Kiki Rizky Virliana
NPM: 25214892
Kelas: 1EB42

1.     1.  UUD ’45 Pasal 33 memandang koperasi sebagai Soko Guru Perekonomian Nasional. Kenapa koperasi tersebut dijadikan sebagai Soko Guru dan pelopor pasal 33 menurut Mohammad Hatta?



Jawab:
Pandangan mengenai Perekonomian Indonesia telah tertuang dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat 1 yang berbunyi “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan.” Dan menurut para ahli ekonomi, yang bisa menggambarkan bunyi pasal tersebut adalah koperasi yang dibentuk oleh Mohammad Hatta 12 Juli 1960.  Karna dalam penjelasan Pasal 33 tersebut dikatakan bahwa ”produksi di kerjakan oleh semua, untuk semua, di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakat yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Oleh sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.”

Koperasi sendiri, menurut UU RI Nomor 22 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hokum Koperasi dengan berlandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.

“Soko Guru Perekonomian Indonesia” sendiri berarti ‘pilar’ atau penyangga utama atau tulang punggung perekonomian. Dengan kata lain koperasi diharapkan bisa menjadi pilar Perekonomian Indonesia dan berkontribusi aktif dalam mensejahterakan rakyat Indonesia.

Alasan mengapa koperasi dijadikan Soko Guru diantaranya adalah:
1) Koperasi mendidik sikap self-helping.
2) Koperasi mempunyai sifat kemasyarakatan, di mana kepentingan masyarakat harus lebih diutamakan daripada kepentingan dri atau golongan sendiri.
3) Koperasi digali dan dikembangkan dari budaya asli bangsa Indonesia.
4) Koperasi menentang segala paham yang berbau individualisme dan kapitalisme.



2.     Apakah yang dimaksud dengan asas manfaat pada pembangunan nasional dalam setiap pelaksanaan pembangunan?

Jawab:
Bahwa segala usaha dan kegiatan pembangunan nasional memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengembangan pribadi warga negara serta mengutamakan kelestarian nilai-nilai luhur budaya bangsa dan Pelestarian fungsi lingkungan hidup dalam rangka pembangunan yang berkesinambungan dan berkelanjutan. 



3.      3. Kebijakan pemerintah terkait dengan adanya penghapusan berbagai subsidi pemerintah pada   komoditas strategis seperti (BBM, listrik) secara bertahap dan diserahkan ke mekanisme pasar hal ini berdampak harga-harga jadi meningkat. Berdasar uraian tersebut jika dihubungkan dengan sistem ekonomi yang ada bagaimana menurut pendapat saudara?

Jawab:
Penghapusan subsidi BBM, listrik, bahkan isunya hingga elpiji mulai menjadi topik pembicaraan beberapa bulan belakangan ini. Seperti yang disampaikan oleh Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla, pemerintah berencana menghapus subsidi beberapa komoditas seperti BBM untuk melakukan penghematan biaya yang akan dilakukan secara bertahap. Dan dikatakan pula bahwa di dua tahun ke depan subsidi untuk beberapa komoditi seperti BBM tidak akan ada lagi. Selain penghapusan subsidi, upaya penghematan juga dilakukan dengan cara memangkas biaya pengeluaran rutin pemerintah yang terlampau tinggi.

Walaupun terdengar baik, namun penghapusan subsidi ini sebenarnya tidak sesuai dengan UUD ’45 Pasal 33 ayat 2 yang berbunyi “Cabang-cabang produksi yang penting bagi  negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Disana jelas dicantumkan bahwa peran pemerintah sangatlah diharapkan dalam pengelolaan komoditas-komoditas penting yang beberapa diantaranya adalah BBM, listrik, dan elpiji. Dan jika pemerintah menghapuskan subsidi untuk komoditas-komoditas tersebut lalu menyerahkannya kepada mekanisme pasar, itu berarti terjadi pelencengan praktik perekonomian di Indonesia.

Indonesia menganut sistem ekonomi kerakyatan yang praktiknya telah terangkum jelas dalam Undang-Undang. Penghapusan subsidi untuk komoditas yang menopang kehidupan banyak orang dan menyerahkannya kepada mekanisme pasar bukanlah cerminan dari sistem ekonomi kerakyatan yang dianut Indonesia, melainkan cerminan dari sistem ekonomi liberalis. Sudah sangat jelas, jika kita ingin menghubungkan kasus ini dengan sistem ekonomi yang ada bahwa seolah-olah pemerintah ingin ‘lepas tangan’ dari komoditas ini dan menyerahkan segala mekanismenya pada pasar. Biar pasar yang menentukan semuanya. Campur tangan pemerintah setelah dua tahun ke depan tidak akan lagi sehingga saat harga minyak dunia sedang mengalami kenaikan yang akan berimbas pada naiknya harga-harga, rakyat tidak akan bisa mengeluh kecuali hanya bisa berdoa agar harga minyak dunia stabil kembali.

Jadi kesimpulannya, penghapusan subsidi untuk beberapa komoditas strategis seperti BBM, listrik, dan elpiji merupakan ciri atau praktik dari kegiatan perekonomian liberal. Karna saat suatu komoditas sudah ‘dilempar’ ke mekanisme pasar pemerintah tidak akan bisa memiliki campur tangan atas komoditas strategi tersebut. Pemerintah hanya bisa mengawasi, tapi tidak berhak mencampuri urusan perekonomian. Sekali lagi, walaupun kebijakan ini memiliki tujuan bagus, untuk berhemat, namun sebaiknya dipikirkan lebih matang lagi agar nantinya tidak menjadi boomerang bagi pemerintah, jebakan bagi rakyat, dan menjadi lahan pihak swasta asing untuk memonopoli Sumber Daya kita. Selain itu ada baiknya setiap kebijakan yang dibuat pemerintah jangan sampai melenceng dari Pancasila dan UUD ’45. Karna Pancasila dan UUD ’45 adalah jiwa bangsa yang sudah cocok dan pas dengan Bangsa Indonesia sendiri.



4.     4.  Berdasarkan so’al nomor 3 apakah saudara mendukung atau tidak mendukung? Alasannya?

Jawab:
Setuju.

Kebijakan pencabutan subsidi untuk komoditas strategis seperti BBM, listrik, bahkan elpiji banyak manuai pro dan kontra. Dan setiap alasan, baik yang pro maupun yang kontra terhadap kebijakan ini, memiliki alasan masing-masing yang sama kuat. Dan menurut saya, dalam menentukan jawaban ‘setuju’ atau ‘tidak setuju’ atas kebijakan ini kita harus benar-benar mempertimbangkan keduanya dari berbagai aspek. Karna yang akan ‘dimainkan’ disini adalah komoditas strategis yang nantinya bisa membawa efek domino kepada rakyat.

Dalam penjelasan saya di so’al nomor 3, jelas terlihat bahwa saya menentang kebijakan ini. Bukan tanpa alasan tentunya. Karna sudah jelas bahwa kebijakan pencabutan subsidi komoditas strategis melanggar konstitusi UUD ’45 pasal 33 Ayat 2 dan 3. Kebijakan ini sama sekali tidak mencerminkan ekonomi kerakyatan yang dianut oleh Indonesia sendiri, melainkan merupakan praktik dari sistem ekonomi liberal. Seorang praktisi hukum, Lukmanul Hakim bahkan menyatakan bahwa kebijakan ini juga tidak mematuhi UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya transparansi tentang berapa besar harga produksi dan berapa besar sebenarnya harga pokok penjualan BBM/liter. Sekretaris Jenderal Majelis Kedaulatan Rakyat Indonesia (MKRI), Adhie Massardi, menambahkan bahkan dicurigai dibalik kebijakan ini ada kepentingan pihak asing yang menginginkan daya saing Indonesia semakin turun. Selain itu, menyerahkan komoditas strategis ke mekanisme pasar mungkin akan menguntungkan saat harga minyak dunia sedang turun, namun saat harga minyak dunia naik, rakyat tidak akan bisa protes kepada pemerintah.

Lalu dari sekian alasan kontra yang saya paparkan di atas, apakah yang membuat saya tetap mendukung kebijakan ini? bukan menjadi rahasia lagi bahwa selama ini alokasi dari subsidi BBM tidaklah sesuai. Jika BBM disubsidi, pengusaha lah yang akan merasa untung karena biaya produksi mereka akan menjadi kecil dan pihak pengusaha akan bisa meraup keuntungan lebih banyak. Lalu bagaimana dengan masyarakat lain? Kesalahan konsep subsidi yaitu penerapan pada komoditas dan bukan pada individu atau kelompok sasaran. Sehingga jatah rumah tangga kaya yang memiliki mobil, dengan rumah tangga miskin yang hanya bisa memiliki motor akan sama. Dan bagi rumah tangga miskin yang tidak memiliki kendaraan bermotor sama sekali, mereka lah yang walaupun sebenarnya adalah target utama subsidi namun paling tidak tersentuh subsidi.

Kebijakan penghapusan subsidi BBM dinilai tepat karna biaya subsidi yang sudah terlalu besar bisa dialokasikan pada sektor lain, diantaranya memberikan ruang fiskal yang cukup besar sehingga likuiditas bisa lebih longgar. Dengan melonggarnya likuiditas, dapat mendorong pertumbuhan kredit perbankan sekitar 16%. Selain itu subsidi BBM selama ini juga telah menghambat pemerintah dalam penggunaan anggaran untuk program strategis seperti program pengentasan kemiskinan, pembangunan infrastruktur, serta pembangunan daerah. Sebagai contoh, pengeluaran subsidi BBM pada 2011 paling tidak 8,5 kali lipat subsidi pangan, 68 kali bantuan kredit, dan 1.000 kali bantuan bibit pertanian, papar Rimawan, seorang peneliti dari UGM. Jika dana subsidi, yang menurut banyak pakar telah melewati batas, bisa dikonsentrasikan pada pembangunan infrastruktur maka akan berdampak jangka panjang. Yaitu roda perekonomian akan kuat, yang akan membuat biaya logistic menjadi lebih murah dan menguntungkan berbagai pihak.

Selain pembenahan infrastruktur, dana yang awalnya dihabiskan untuk subsidi dapat digunakan untuk mendukung UMKM kita sehingga produksi dalam negeri akan menjadi kuat dan menguasai. Ini semua akan berdampak pada penciptaan lapangan pekerjaan baru.

Dampak lainnya adalah, Perry- Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo-  menyebutkan, akan ada perbaikan dari defisit neraca transaksi berjalan atau Current Account Deficit (CAD). Angka impor BBM akan menyusut dan menekan defisit anggaran.

"Akan ada perbaikan CAD, yang jelas defisit migas akan lebih terkendali, pola konsumsi BBM selama ini lebih tinggi karena disubsidi, dengan kondisi saat ini masyarakat lebih mengedalikan konsumsinya sehingga impor lebih rendah sehingga defisitnya lebih rendah. Tapi tergantng seberapa besar ekspansi pemerintah juga," ujar dia.

Namun dampak dari penghapusan subsidi tidak akan bisa dirasakan dalam jangka pendek. Semua dampak positif ini adalah dampak jangka panjang dan akan bisa tercapai cita-citanya jika ada ketegasan dan konsistensi pemerintah untuk menjalankan kebijakan ini secara maksimal.

Lalu bagaimana dengan listrik? Banyak yang berpendapat pencabutan subsidi untuk listrik pun adalah langkah yang tepat karna telah sesuai dengan amanah UU No 23/2013 tentang APBN. Pencabutan subsidi dilakukan pada 371 golongan industri menengah (I-III) yang telah go public dan 61 industri besar (I-IV) sedangkan bagi rumah tangga dengan kriteria daya listrik rendah akan tetap mendapatkan subsidi.

Pencabutan subsidi listrik ini tepat, karna pihak industri pasti akan bisa menyesuaikan biaya dengan tekhnologi lain yang lebih hemat. Dan kembali, biaya yang pada awalnya digunakan untuk mensubsidisi listrik tersebut bisa digunakan untuk perbaikan mutu dan infrastruktur listrik di Indonesia.

Demikianlah pendapat saya mengenai alasan ‘setuju’ atau ‘tidak setuju’ kah saya dengan kebijakan penghapusan subsidi ini. Lagi, walaupun saya setuju dengan kebijakan ini karna lebih banyak membawa dampak jangka panjang, namun kita tidak bisa mengabaikan argumen ‘kontra’ mengenai kebijakan ini. Itu lah mengapa saya tetap menjabarkan alasan negatifnya. Dan semoga pemerintah benar-benar akan memanfaatkan kebijakan ini dengan benar sehingga cita-cita awal untuk mensejahterakan rakyat Indonesia akan sepenuhnya tercapai dan tidak akan ada lagi kasus salah sasaran.





0 komentar:

Posting Komentar