Oleh:
Kiki Rizky Virliana (25214892)
1EB42
(Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Kampus K, Universitas Gunadarma)
Pendahuluan
Apakah
yang anda ketahui tentang kata ‘modern’? apakah yang akan terbersit di pikiran
anda saat anda mendengar atau membaca kata ‘modern’? berbasis tekhnologi,
canggih, masa kini, terbaru, atau ‘kebarat-baratan’ mungkin adalah salah satu
jawaban anda atau mungkin kesemuanya itu adalah persepsi anda tentang kata
‘modern’. Saya tidak akan bilang anda salah. Tapi apabila anda masih memiliki konsep
dan mind set tentang kata ‘modern’
seperti itu berarti jawaban untuk pertanyaan pertama, apakah yang anda ketahui
tentang kata ‘modern’, adalah anda belum benar-benar mengetahui, terlebih memahami,
hakikat kata ‘modern’ yang sesungguhnya.
Era
yang serba ‘modern’, seolah arti dari pernyataan tersebut adalah menggambarkan
keadaan hidup manusia saat ini. Dengan berbagai macam tekhnologi canggih dan
kemudahan serta kepraktisan yang ditawarkannya. Atau jika anda sudah hidup
dengan cara seperti kebanyakan orang-orang di belahan dunia Amerika, Eropa,
atau Australia berarti anda sudah menjadi ‘modern’. Jika anda juga menyukai apa
yang orang-orang dari belahan benua tersebut di atas sukai, berarti anda sudah ‘modern’
dan jika anda sudah menjadi seseorang yang hidup dengan ‘modern’ akan ada suatu
kebanggaan dalam diri anda. Inilah yang berbahaya karna hanya akan menimbulkan
suatu kesalah pahaman.
Sudah
kita tahu bahwa kebudayaan di sisi barat dengan kebudayaan di sisi timur bagaikan
dua sisi mata koin yang saling berlawanan. Sisi barat yang cenderung lebih ‘bebas’
dan sisi timur yang cenderung lebih ‘ketat’ dengan norma dan nilai
kebudayaannya. Saat dunia seolah tidak lagi memiliki batasan dan jarak akibat
adanya kemajuan peradaban
manusia dan ilmu pengetahuan yang didukung oleh
globalisasi, transfer budaya pun tak dapat kita hindari.
Lalu pertanyaannya sekarang adalah,
apakah pengaruh itu semua dengan
bangsa kita Indonesia dan dengan ‘kesalah pahaman’
yang saya singgung di atas? Pertama mari kita ibaratkan Indonesia sebagai
remaja yang sedang berkembang dan mencari role
model untuk bisa membentuk jati dirinya. Indonesia yang masih perlu banyak
belajar, di era ‘modern’ ini akan cenderung mencari contoh dan meniru
negara-negara lain yang sudah terlebih dahulu maju dalam usahanya untuk
berbenah, daripada menghidupkan kembali siapa itu Indonesia yang ‘sesungguhnya’
di zaman kejayaannya dulu. Karna melihat apa yang di depan mata akan lebih
mudah daripada mempelajari sejarah yang ada. Lalu ditengah proses
pengadaptasian nilai-nilai positif ini,
sayangnya, dengan adanya globalisasi dan internet dan sebagainya, nilai-nilai
negatif yang tidak sesuai dengan kebudayaan Indonesia pun akan ikut tercampur
didalamnya.
Masuknya nilai-nilai asing ke
Indonesia tak jarang membuat kebingungan ditengah-tengah kita. Kebingungan yang saya maksud disini adalah, kita masih
belum bisa membedakan mana nilai yang seharusnya kita adaptasi sebagai pedoman
untuk berbenah diri dan mana nilai yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa
Indonesia dan seharusnya tersaring oleh nilai-nilai yang tercantum dalam butir
Pancasila. Lagi-lagi itu semua terjadi karna paradigma kebanyakan masyarakat
Indonesia mengenai kata ‘modern’ yang salah. Karna masih banyak yang menganggap
bahwa untuk bisa menjadi ‘modern’ kita harus hidup layaknya orang-orang Amerika
atau Eropa sepenuhnya. Karna menurut kita apa yang mereka lakukan adalah
tindakan yang keren yang perlu diikuti. Kita seolah tak peduli lagi tentang
menghidupkan siapa Indonesia yang sesungguhnya karna termakan oleh paradigma
kata ‘modern’ yang salah itu.
Paradigma yang salah ini lah yang membuat seolah-olah
degradasi moral, penyimpangan sosial, pelunturan nilai-nilai dan budaya asli
bangsa semua terjadi karna disebabkan adanya kata “modern” + isasi atau yang
kita kenal sebagai modernisasi dan juga oleh globalisasi. Kita banyak
menyalahkan modernisasi ataupun globalisasi akan banyaknya kekacauan di negeri
ini, akan gaya hidup kebanyakan masyarakat Indonesia yang tidak lagi
mencerminkan Pancasila. Padahal tahukah anda jika sebenernya modernisasi sudah
terjadi bahkan dari sebelum peradaban manusia itu ada? Tahukah anda bahwa yang
perlu anda lakukan untuk benar-benar membenahi negeri ini adalah bukan dengan
menghindari modernisasi, tapi merubah paradigma anda mengenai modernisasi itu
sendiri?
Modern + isasi
“Modernisasi”
adalah sebuah kata yang sudah tak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia
maupun dunia. Berasal dari bahasa latin yaitu modo yang berarti ‘cara’ dan ernus
yang berarti ‘masa kini’. Sehingga jika kita artikan secara bahasa,
modernisasi berarti cara untuk menjadi masa kini. Itu berarti masyarakat yang
sedang melakukan modernisasi akan mendapatkan ciri-ciri atau karakteristik yang
dimiliki oleh suatu masyarakat yang modern. (Idianto Muin, 2007)
Lalu jika kita mempreteli kata modernisasi ini
berdasarkan Bahasa Indonesia, kita akan mendapatkan modernisasi terdiri dari
satu kata dasar yaitu ‘modern’ dan satu imbuhan akhiran yaitu –isasi. Berdasarkan
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi Terbaru dijelaskan bahwa kata modern
memiliki arti; yang terbaru, secara baru, mutakhir (Siswo Prayitno Hadi Podo, dkk,
2013). Sedangkan imbuhan akhiran –isasi yang menyertainya memiliki fungsi untuk
menandai kata benda yang memiliki makna ‘proses’ (Anna Nurlaila Kurniasari,
2014). Itu berarti dalam pemahaman Bahasa Indonesia modernisasi adalah proses
menuju ke hal-hal baru atau mutakhir.
Ada satu hal yang perlu saya tegaskan disini.
Memang kata ‘modern’, seperti yang telah disinggung di dua paragraf sebelumnya,
selalu mengacu pada kata baru, masa kini, ataupun canggih. Namun sadarkah anda
bahwa kata-kata tersebut bisa membuat anda salah persepsi jika anda hanya
menelannya mentah-mentah? Kata baru, masa kini, ataupun canggih bersifat
relatif. Tergantung pada kapan kita menggunakan kata tersebut. Mungkin di tahun
2014 ini kata-kata tersebut identik dengan alat-alat elektronik serba smart atau alat transportasi serba cepat
dan sebagainya. Tapi bagaimana jika kita menggunakan kata-kata tersebut di masa
sebelum abad 20? Atau di zaman prasejarah? Tentulah kata canggih dan lainnya
itu akan berbeda maknanya.
Dari penjelasan
singkat ini sudah bisakah anda meletakkan kesalahan persepsi anda tentang kata
modernisasi selama ini? Jika belum mari kita bahas pengertian modernisasi
menurut beberapa ahli dan syarat-syarat modernisasi. Contohnya pengertian
modernisasi menurut Wilbert E. Moore (Soekanto, 1990:384) yang mengatakan
modernisasi adalah suatu proses transformasi total kehidupan bersama dalam
bidang tekhnologi dan organisasi sosial dari kehidupan yang tradisional ke arah
pola-pola ekonomis dan politis. Sedangkan menurut Soerjono Soekamto modernisasi
adalah perubahan sosial yang terarah dan terencana (social planning). Cakupan
modernisasi sangatlah luas, semua hal yang terbarukan dalam dinamika
masyarakat, itulah modernisasi. Namun aspek yang paling utama adalah
perkembangan iptek (gejala alam, mekanisasi dalam sistem pertanian, dan
lain-lain) (Idianto Muin, 2007).
Untuk bisa
melakukan modernisasi sebuah Negara atau kelompok masyarakat haruslah memiliki
minimal salah satu syarat-syarat modernisasi diantaranya yaitu cara pikir yang
ilmiah dan melembaga, sistem administrasi Negara yang baik, kedisiplinan
tinggi, menghargai HAM, teratur, terorganisir, dan memiliki kesamaan cara
pandang tentang perubahan. (Idianto Muin, 2007)
Contoh modernisasi diantaranya
dalam bidang agama Al-Qur’an yang semakin canggih dengan fitur-fiturnya yang
semakin memudahkan kita untuk belajar Al-Qur’an. Lalu di bidang perekonomian
jika dulu dalam berjualan kita harus bertatap muka dengan pembeli, sekarang
dengan adanya istilah e-commerce[1]
kita bisa menjual barang atau jasa kita lewat internet. Lalu di bidang
politik, jika dulu dikenal adanya istilah monarchy
absolute dalam sistem pemerintahan, sekarang sistem yang digunakan adalah
sistem demokrasi yang mempertimbangkan juga suara rakyat. Contoh modernisasi
lain dalam bidang perpajakan pun telah diberlakukan untuk meningkatkan
kesadaran wajib pajak agar lebih patuh dalam melaksanakan kewajibannya membayar
pajak. Dengan menerapkan sistem administrasi perpajakan modern berupa
penyempurnaan atau perbaikan dari kinerja, baik secara individu, kelompok,
maupun kelembagaan agar lebih efisien, ekonomis dan cepat yang merupakan bentuk
dari reformasi administrasi perpajakan. (Rindi Lestari Suci Sofiyana;dkk, 2013). Pelayanan prima dan
pengawasan intensif dengan dilaksanakannya good governance merupakan
dasar dan konsep dari modernisasi sistem administrasi perpajakan (Pandiangan,
2008:9). Pendapat Rahayu (2010:135) yang menyatakan “bahwa awal tahun 2003
dibentuk Tim Modernisasi Administrasi Perpajakan Jangka Menengah yang bertujuan
untuk menyusun administrasi perpajakan modern dengan sasaran diantaranya
tercapainya tingkat kepatuhan sukarela wajib pajak yang tinggi, tercapainya
tingkat kepercayaan terhadap administrasi perpajakan yang tinggi, tercapainya
produktivitas aparat perpajakan yang tinggi. Sehingga diharapkan penerimaan
pajak akan meningkat.
Itulah hakikat modernisasi, membawa perubahan
ke arah positif dalam kehidupan masyarakat.
Namun di dalam
sebuah proses ‘pendewasaan’ sangat lah wajar jika kita menemukan segelintir
masalah. Modernisasi yang terjadi, jika tidak dibarengi oleh kesiapan
masyarakat dan minimnya pengetahuan masyarakat itu sendiri, walaupun bermaksud
positif bisa menimbulkan satu atau dua masalah di dalam suatu kelompok masyarakat. Seperti ketimpangan
sosial, demonstrasi, dan disintegrasi sosial.[2]. Masyrakat
yang bisa mengikuti lajunya perubahan dan modernisasi akan berhasil dan survive dalam masyarakat, namun
masyarakat yang memiliki pengetahuan minim dan ketidaksiapan ini lah yang perlu
diantisipasi sehingga pernyataan “yang kaya makin kaya, yang miskin makin
miskin” tak lagi terjadi khususnya di Indonesia. Namun bukan berarti kita harus
melulu menyalahkan modernisasi akan masalah-masalah tersebut. Yang perlu
dilakukan oleh masyarakat adalah menyiapkan diri dalam menghadapi segala macam
perubahan yang ada dan sadar bahwa kehidupan manusia akan selalu bergerak maju
dan dinamis. Kita harus bisa dengan bijak menyikapi setiap perubahan yang ada.
Menyaring nilai-nilai sosial yang masuk ke dalam diri bangsa sehingga apapun
perubahan dan permasalahannya tidak akan menghilangkan jati diri bangsa itu
sendiri.
Global + isasi
Lalu apakah yang dimaksud dengan globalisasi? Apakah
modernisasi dan globalisasi adalah 2 hal yang sama? Jawaban dari pertanyaan
terakhir adalah tidak. Di masa sekarang, modernisasi dan globalisasi adalah 2
hal yang saling berkaitan dan memiliki cakupan yang sama, namun keduanya
memiliki pengertian yang berbeda.
Globalisasi adalah proses masuknya ke ruang lingkup dunia
(Siswo Prayitno Hadi Podo, dkk, 2013). Saat era globalisasi terjadi seolah
jarak dan perbatasan antar wilayah dan
Negara tidak lagi ada. Seolah seluruh dunia kembali menjadi satu. Kita bisa
berhubungan dan saling bertukar informasi dengan mudah dan cepat. Tiap Negara
di dunia bisa saling menjalin kerja sama untuk kepentingan rakyatnya. Seperti
kerja sama yang dilakukan oleh Negara-negara se Asia Tenggara dalam ASEAN
ataupun kerjasama antar Negara-negara di dunia dalam PBB.
Dan tidak bisa dipungkiri bahwa globalisasi adalah
salah satu faktor penting terjadinya modernisasi di suatu Negara. Contohnya
Indonesia, bila Negara kita menutup diri dari berhubungan dengan Negara lain
seperti yang dulu pernah dilakukan oleh Uni Soviet, maka sudah pasti Indonesia
akan semakin tertinggal. Karena walaupun manusia memiliki kemampuan merubah dan
meningkatkan dirinya dan lingkungannya, tapi tanpa berhubungan dengan manusia
lain kita tak akan bisa mengembangkan diri kita, begitu juga dengan Negara.
Lalu dari semua ini bisakah anda mengambil kesimpulan apa perbedaan dari
modernisasi dan globalisasi sekarang?
Terjadi Sejak Zaman Prasejarah
Proses pembaruan ke keadaan masa
kini yang terjadi akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban manusia di
tiap zamannya mengakibatkan modernisasi dan globalisasi terjadi. Itu berarti
sangatlah benar jika kita beranggapan bahwa modernisasi dan globalisasi sudah terjadi
sejak zaman dulu. Hanya saja pengertian ‘modern’ dan ‘global’ pada masa itu
tentulah berbeda. Keadaan dimana pertama kali manusia belum mengenal tulisan
hingga akhirnya mereka menemukan cara untuk berkomunikasi dengan gambar dan
simbol yang mereka tuliskan di dinding-dinding gua. Atau proses yang dilalui
manusia purba dulu dalam memperbarui sistem mata pencaharian mereka. Dimulai
dari berburu dan meramu- beternak- bercocok tanam di ladang- menangkap ikan-
bercocok tanam menetap dengan irigasi (Koentjaraningrat, 2007). Dari setiap
kemajuan dan proses-proses itu sudah bisa dipastikan modernisasi terjadi bukan
di abad ini saja, tapi terjadi sejak zaman dulu bahkan sebelum peradaban
ditemukan.
Begitu juga dengan globalisasi, telah
terjadi sejak manusia mulai menemukan cara untuk pergi mengarungi lautan hingga
mereka sampai di tempat-tempat lain yang sebelumnya belum pernah mereka ketahui
serta kemampuan mereka untuk menyebar luaskan apa yang mereka miliki dan
percaya kepada bangsa lain. Contohnya adalah penyebaran agama Islam yang dibawa
oleh pedagang-pedagang Arab, penjajahan bangsa Eropa dan Jepang, dan lain-lain.
Dari kesemua hubungan itu membawa dampak perubahan sosial di tengah masyarakat
Indonesia yang berujung pada modernisasi atau perkembangan peradaban di
Indonesia.
Sampai kapan pun modernisasi dan
globalisasi akan terus terjadi. Proses yang telah terjadi bahkan dari sejak
zaman prasejarah ini akan terus teradi seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban manusia. Namun
sampai kapanpun, modernisasi dan globalisasi akan memiliki makna yang sama.
Baik di masa lampau, masa kini, ataupun masa depan. Ilmu sosial yang
dikembangkan dalam membahas modernisasi dan globalisasi ini pun pada akhirnya
akan menemukan ujung yang sama. Modernisasi adalah proses pembaruan, dan
globalisasi adalah proses untuk masuk ke dalam ruang lingkup dunia. Walaupun
seiring berjalannya waktu teori yang menerangkan tentang 2 hal ini akan
berbeda. Namun sampai kapan pun ilmu tidak akan pernah berubah, yang berubah
hanya teori yang menyertainya. (Fahmi Basya, 2013) karena disesuaikan dengan
keadaan masyarakat dan bagaimana kata ‘modern’ dan ‘global’ pada masa itu
diartikan
Jadi jika anda masih menganggap
bahwa modernisasi dan globalisasi yang terjadi adalah hanya terjadi setelah
datangnya abad 20, identik dengan “ke-kinian” dan yang menjadi penyebab utama
terjadinya degradasi moral atau penurunan moral generasi muda bangsa, saya
harap anda menghilangkan pikiran itu. Karena pada kenyataannya modernisasi dan
globalisasi lah yang membawa kita, masyarakat dunia, kepada peradaban hari ini.
Saya yakin, jika kita lebih bijak menyikapi modernisasi dan globalisasi maka
kita tidak perlu mengkhawatirkan bangsa akan kehilangan identitas aslinya, kita
tak perlu khawatir pemuda-pemudi Indonesia akan melupakan siapa dirinya yang
sesungguhnya.
Westernisasi dan Proses Belajar yang Salah
Pernahkah anda mendengar istilah westernisasi
sebelumnya? Westernization atau Westernisasi
adalah sebuah kata yang diambil dari Bahasa Inggris western yang berarti ‘barat’ dan ditambah akhiran –isasi yang
memiliki makna ‘proses’ sehingga westernisasi adalah proses masuknya kebudayaan
barat (Wasino, 2012) atau proses pengambilalihan unsur-unsur kebudayaan secara
membabi buta tanpa melalui proses pertimbangan apakah unsur-unsur kebudayaan
barat ini seiring dengan kultur bangsa atau tidak. (Elly M. Setiadi & Usman
Kolip, 2010)
Masih banyak orang yang menyalah artikan modernisasi
dengan westernisasi, itulah kesalahan terbesarnya. Dari segi definisi,
modernisasi dan westernisasi adalah 2 hal yang sangat berbeda. Di dalam
westernisasi, semua hal yang masuk ke dalam diri suatu bangsa ditelan
mentah-mentah tanpa ada penyaringan apapun. Westernisasi inilah yang menjadi
penyebab adanya degradasi moral, pelunturan moral, pelanggaran sosial, dan
lainnya marak terjadi.
Bangsa Indonesia sebagai bangsa dan Negara yang masih
berkembang sampai saat ini masih memiliki sifat self-effachment[3]
yang harus mulai dihilangkan. Kita
masih beranggapan bahwa orang berkebangsaan asing itu lebih baik dari kita, bahwa
kita tidak ada apa-apanya dibanding mereka, dan bahwa mereka patut didewakan
atas keberhasilan Negara mereka. Padahal Kleinknecht, dkk telah mencoba
membandingkan barat (diwakilkan dengan USA) dan timur (diwakilkan dengan Jepang).
Dalam aspek afeksi, penelitian ini menunjukkan bahwa barat dan timur tidak
banyak berbeda dari afek positif, bahkan lebih banyak timur. Di sisi lain,
barat dan timur memiliki perbedaan signifikan dalam aspek negative, yang lebih
banyak pada sisi barat (Sarlito W. Sarwono, 2014)
Ketidak pahaman dan sifat self-effachment inilah yang
menjadi api dari westernisasi. Ditengah ketidak percaya dirian bangsa
Indonesia, bangsa Indonesia merasa perlu untuk mengadaptasi nilai dan gaya
hidup orang-orang barat khususnya. Alkohol, narkoba, sex bebas, aborsi, norma
kesopanan yang turun drastis adalah segelintir permasalahan moral yang dialami
bangsa kita akibat kita menyalah artikan modernisasi dengan westernisasi.
Banyak dari kita yang berpikiran, jika kita sudah memiliki gaya hidup layaknya
orang-orang barat itu berarti kita sudah ‘modern’. Padahal jika kita ingin
menjadi ‘modern’ seperti layaknya orang-orang barat itu, bukan kebebasan
merekalah yang seharusnya kita contoh. Melainkan sifat disiplin, rajin, cinta
ilmu pengetahuan dan mandiri merekalah yang harus kita contoh.
Memang perlu dicarikan arti ‘modern’
bagi tiap bangsa agar kebudayaan dan nilai-nilai yang terkandung dalam suatu
bangsa tidak luntur (Elly M. Setiadi & Usman Kolip, 2013) dan agar
masyarakat tak lagi salah mengartikan modernisasi dengan westernisasi. Seperti
layaknya Jepang, mereka bisa memaknai modernisasi dengan benar sehingga di
tengah kemajuan yang mereka miliki mereka tak mematikan nilai dan kebudayaan
mereka.
Pemahaman tentang arti kata modern
yang salah dapat berdampak juga pada proses belajar yang salah pada generasi
penerus. Jika kita masih terus menyalah artikan modernisasi dan terlalu
mendewakan budaya barat, maka sampai kapanpun westernisasi akan terus menjadi
ancaman terbesar bangsa. Dalam proses sosialisasi dan enkulturasi, orang tua
adalah agen terpenting yang paling berpengaruh sebelum teman, lingkungan
sekolah dan media massa (penelitian Mead, 1975 dalam Matsumoto dan Juang,
2004). Jika orang tua sejak kecil sudah menanamkan kepada anak-anaknya
nilai-nilai yang mendewakan orang-orang barat, maka sampai kapanpun si anak
akan terus memegang kepercayaan itu. Namun, yang berperan dalam pembentukan kepribadian seorang anak
bukan hanya orang tua semata. Saat seorang anak sudah melewati masa kanak-kanak
dan masuk ke dalam lingkungan sekolah dan masyarakat, paradigma yang tumbuh
dalam masyarakat akan mempengaruhi sosialisasi dan pembentukan kepribadian
anak.
Maka perlu perhatian dari semua
pihak agar westernisasi tak terus terjadi dan membawa ancaman besar bagi
bangsa. Agar kita bisa menghidupkan Indonesia yang sesungguhnya. Dan agar kita
bisa menjadi Negara ‘modern’ dalam arti yang sesungguhnya.
Simpulan
Modernisasi dan globalisasi adalah
suatu proses yang sebenarnya sudah terjadi sejak zaman prasejarah dulu. Sejak
manusia mulai memperbarui setiap aspek kehidupannya, dan sejak manusia mulai
menemukan cara untuk menembus samudra sehingga mereka bisa sampai ke daratan
lain. Sehingga salah jika kita menganggap bahwa modernisasi dan globalisasi
adalah hal yang identik dengan abad 20. Hakikatnya, modernisasi dan globalisasi
adalah proses yang bertujuan untuk memajukan peradaban manusia, bukan merusak.
Walaupun dalam prakteknya pasti akan ditemukan masalah-masalah yang dikarenakan
adaptasi masyarakat atas segala perubahan sosial yang terjadi. Tapi kita
sebagai manusia beradab dan berbudaya seharusnya bisa menyikapi perubahan
tersebut dengan bijak sehingga kita tidak salah mengartikan modernisasi dengan
westernisasi, dan sehingga kita tidak lagi menyalahkan modernisasi atas
degradasi dan krisis moral yang menjadi salah satu ancaman besar bagi bangsa
ini.
Westernisasi adalah pengambilan
nilai-nilai bangsa barat tanpa ada pemfilteran yang dilakukan oleh Bangsa
Indonesia sendiri. Akibat ketidak pahaman kita terhadap konsep ‘modern’ yang
sesungguhnya, maka banyak dari kita yang berpikir bahwa untuk bisa hidup
‘modern’ kita harus memiliki gaya hidup layaknya orang barat. Padahal hakikat
modernisasi yang sesungguhnya adalah kemajuan peradaban manusia untuk kemudahan
manusia itu sendiri. Bukan penghilangan nilai dan budaya asli yang dianggap
‘kuno’ atau alot.
Maka perlu perbaikan mind set bangsa agar kita tak lagi
menyalah artikan modernisasi. Kita perlu menghidupkan kembali nilai-nilai
Pancasila dan religi untuk menyaring kebudayaan apapun yang masuk, agar hanya
nilai positif bangsa asing sajalah yang diterima oleh anak-anak bangsa. Agar
generasi penerus bangsa memiliki kepribadian sesuai dengan nilai-nilai
pancasila. Dibutuhkan perhatian semua pihak agar westernisasi tidak terus
berkembang di tengah bangsa kita. Agar Bangsa Indonesia bisa menjadi Negara
maju tanpa harus menghilangkan jati dirinya, seperti layaknya Negara Jepang.
Daftar
Pustaka
Basya, F. (2013). Bumi Itu Al-Quran. Jakarta:
Zahira.
Hamid, D., Riza, M.F, &
Sofiyana, R.L.S. (2014). Pengaruh
Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib
Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Batu. Vol
1, No 3, http://perpajakan.studentjournal.ub.ac.id/index.php/perpajakan/article/view/53,
diakses pada 8 Desember 2014
Koentjaraningrat.
(2009). Pengantar Ilmu Antropologi Edisi Revisi. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Kurniasari, A. N.
(2014). Sarikata Bahasa dan Sastra Indonesia Super Komplet. Jakarta:
Dafa Publishing.
Muin, I. (2007). Sosiologi
Jilid 3 Untuk SMA/MA Kelas XII. Jakarta: Erlangga.
Podo, S. P., &
dkk. (2013). Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Terbaru. Jakarta: PT Media
Pustaka Phoenix.
Sarwono, S. W.
(2014). Psikologi Lintas Budaya. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Setiadi, E. M.,
& Kolip, U. (2010). Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta, dan Gejala
Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya. Jakarta: Kencana
Prenamedia Group.
Wasino.
(2012). Modernisasi Pemerintahan Praja Mangkunagaran Surakarta. Vol. 22, No. 1, http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/paramita/article/view/1842,
diakses pada 8 Desember 2014
0 komentar:
Posting Komentar