PEREKONOMIAN
INDONESIA
Analisis
Contoh Kasus Kegiatan Kapitalisme di Indonesia
Nama: Kiki Rizky
Virliana
NPM: 25214892
Kelas: 1EB42
BAB
I
Pendahuluan
I. Kapitalisme
Kapitalisme
bukanlah sebuah istilah yang asing bagi Bangsa Indonesia maupun dunia. Paham
Kapitalisme sampai saat ini masih memiliki pengaruh kuat bagi banyak Negara di
dunia, termasuk Indonesia. Walaupun Indonesia sendiri sudah menganut sistem
perekonomian demokrasi ekonomi yang merupakan perwujudan dari Pancasila dan UUD
1945, tapi paham Kapitalisme sendiri masih sering kita temui dalam praktik
kegiatan ekonomi di Indonesia baik secara sadar atau tidak.
Secara
etimologi, Kapitalisme berasal dari kata Capital
(Modal) dan Isme (paham atau cara
pandang). Namun jika kita kembali telusuri, Kapitalisme bermula dari bahasa
latin Caput yang berarti ‘kepala’.
Lalu apa hubugan kata Caput (kepala)
dengan Capital yang sering diartikan modal?
Konon, orang Romawi Kuno dulu mengukur kekayaan seseorang dari banyaknya hewan
ternak yang orang itu miliki. Maka semakin banyak ‘caput’ nya semakin
sejahteralah ia. Maka untuk seseorang dapat dikatakan sejahtera, ia akan
berusaha untuk mengumpulkan ‘caput’ sebanyak-banyaknya. Sedangkan kata Isme
seperti yang dapat kita lihat merupakan cara pandang atau bisa dibilang
ideologi sebuah kelompok masyarakat yang mereka anut.
Sedangkan
menurut istilah, Kapitalisme adalah sebuah paham yang mengutamakan modal. Dalam
sebuah Negara yang menganut sistem perekonomian Kapitalisme, perdagangan, industri, dan semua kegiatan
ekonomi dikendalikan oleh pihak swasta dengan tujuan untuk mencari keuntungan
sebesar-besarnya. Dalam sistem perekonomian ini Pemerintah tidak berhak ikut
campur atau mengintervensi pihak swasta. Peran pemerintah hanyalah sebagai
‘penjaga malam’ yang mengawasi para pelaku ekonomi.
Banyak
ahli yang mendefinisikan Kapitalisme, diantaranya Ebenstein menyebut kapitalisme
sebagai sistem sosial yang menyeluruh, lebih dari sekedar sistem perekonomian.
Ia mengaitkan perkembangan kapitalisme sebagai bagian dari gerakan
individualisme. Sedangkan Hayek, memandang kapitalisme sebagai perwujudan
liberalisme dalam ekonomi. Menurut Ayn Rand, kapitalisme adalah suatu sistem
sosial yang berbasiskan pada pengakuan atas hak-hak individu, termasuk hak
milik di mana semua pemilikan adalah milik privat.
II.
Ciri-Ciri Negara yang Menganut
Kapitalisme
Ciri-ciri Negara yang menganut
Paham Kapitalisme diantaranya:
1.
Pengakuan yang luas atas hak-hak
pribadi
2.
Pemilikan alat-alat produksi di
tangan individu
3.
Inidividu bebas memilih pekerjaan/
usaha yang dipandang baik bagi dirinya.
4.
Perekonomian diatur oleh mekanisme
pasar
5.
Pasar berfungsi memberikan “signal”
kepada produsen dan konsumen dalam bentuk harga-harga.
6.
Campur tangan pemerintah diusahakan
sekecil mungkin. “The Invisible Hand” yang mengatur perekonomian menjadi
efisien.
7.
Motif yang menggerakkan perekonomian
mencari laba
8.
Manusia dipandang sebagai mahluk
homo-economicus, yang selalu mengejar kepentingann (keuntungan) sendiri.
III.
Perkembangan Kapitalisme
Sebagai
sebuah paham, Kapitalisme memiliki sejarah yang cukup panjang. Dimulai pada
abad ke 15, paham ini mulai dikenal masyarakat pada waktu itu. Selama
berkembang, Kapitalisme dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu:
A. Kapitalisme
Awal
Pada
masa ini masyarakat mulai mengenal perdagangan lintas Negara. Yang awalnya
masyarakat bisa memenuhi kebutuhannya sendiri, seiring berjalannya waktu mereka
sadar bahwa perdagangan sangat dibutuhkan. Pada masa kapitalisme awal terbagi
lagi menjadi dua masa, yaitu masa Paham Merkantilisme, dan Kolonialisme.
B. Kapitalisme
Klasik
Pada masa ini terjadi kemajuan dan perubahan di dalam
masyarakat kapitalis. Yang tadinya kegiatan hanya terfokus pada perdagangan
lintas Negara, berkembang menjadi kegiatan industri. Pada masa ini, pelaku
ekonomi mulai merubah kegiatan ekonominya yang tadinya hanya sebatas dalam
sektor agraris menjadi sektor industri.
Akumulasi modal di masa abad ke 18 ini mulai menunjukan
peningkatan sehingga pelaku ekonomi mulai memperbaharui dirinya dengan
menggunakan mesin untuk memproduksi produknya.
C. Kapitalisme
Lanjut
Masa ini bisa disebut sebagai masa kapitalisme
modern. Masa Kapitalisme Lanjut dimulai sejak abad 19 dan momen Perang Dunia 1
menjadi momentum utamanya. Kapitalisme lanjut ditandai ditandai paling tidak oleh tiga momentum. Pertama,
pergeseran dominasi modal dari Eropa ke Amerika. Kedua, bangkitnya kesadaran
bangsa-bangsa di Asia dan Afrika terhadap kolonialisme Eropa sebagai ekses dari
kapitalisme klasik, yang kemudian memanifestasikan kesadaran itu dengan
perlawanan. Ketiga, Revolusi Bolzhevik Rusia yang berhasrat meluluhlantakkan
institusi fundamental kapitalisme yang berupa pemilikan kapital secara individu
atas penguasaan sarana produksi, struktur kelas sosial, bentuk pemerintahan dan
kemapanan agama. Dari sana kemudian muncul ideologi tandingan, yaitu komunisme.
Pada masa
ini mulai muncul perusahaan-perusahaan yang tidak hanya bergerak di bidang
manufaktur tapi juga dibidang jasa dan mengutamakan kecanggihan tekhnologi.
Peran pemerintah semakin minim dan para pelaku ekonomi mulai menyadari bahwa
yang terpenting dari kegiatan ekonomi adalah modal yang besar untuk bisa
mencapai keuntungan sebesar-besarnya.
IV.
Kelebihan Kapitalisme
1.
Lebih efisien dalam memanfaatkan
sumber-sumber daya dan distribusi barang-barang.
2.
Kreativitas masyarakat menjadi
tinggi karena adanya kebebasan melakukan segala hal yang terbaik dirinya.
3.
Pengawasan politik dan sosial
minimal, karena tenaga waktu dan biaya yang diperlukan lebih kecil.
V.
Kekurangan Kapitalisme
1.
Tidak ada persaingan sempurna. Yang
ada persaingan tidak sempurna dan persaingan monopolistik.
2.
Sistem harga gagal mengalokasikan
sumber-sumber secara efisien, karena adanya faktor-faktor eksternalitas (tidak
memperhitungkan yang menekan upah buruh dan lain-lain).
3.
Terjadinya kesenjangan sosial. Yang
memiliki modal besar akan semakin kaya dan yang tidak memiliki modal akan
semakin miskin.
VI.
Kapitalisme di Indonesia
Di
Indonesia Kapitalisme dikenalkan oleh bangsa ini lewat penjajahan. Belanda yang
menjajah Indonesia selama kurun waktu 350 tahun banyak mengenalkan dan
meninggalkan segelintir paham kapitalisme di negeri kita ini. Selama 350 tahun
itu Belanda menguras kekayaan alam Indonesia untuk kepentingannya sendiri.
Karena
kapitalisme merupakan paham ‘muntahan’ dari bangsa penjajah, tentulah
perkembangan kapitalisme tidak layaknya perkembangan di negara asalnya yaitu
Inggris. kapitalisme di Indonesia masih muda, produksi dan pemusatannya
belumlah mencapai tingkat yang semestinya. Kira-kira seperempat abad belakangan
baru dimulai industrialisasi di Indonesia. Baru pada waktu itulah dipergunakan
mesin yang modern dalam perusahaan-perusahaan gula, karet, teh, minyak, arang
dan timah.
Bila kita perhatikan
perkembangan kapitalisme di Eropa dan Amerika, nyatalah pada kita bahwa cara
produksi yang tua berturut-turut digantikan oleh yang muda. Biasanya kejadian
itu tidak tampak jelas, tetapi adakalanya cepat sehingga cukup jelas. Kejadian
yang belakangan ini ialah oleh adanya pendapatan-pendapatan baru. Biar
bagaimanapun keadaan saat itu, ia adalah kemajuan menurut alam, sebab tenaga
yang mendorongkan pada kemajuan itu ada di dalam genggaman masyarakat di Eropa
dan Amerika sendiri.
Sebagaimana yang
telah ditunjukkan, kemajuan industri di setiap negeri sejajar dengan timbulnya
kota-kota yang mengeluarkan terutama barang-barang industri seperti
barang-barang besi, perkakas pertanian, obat-obatan dan lain-lain. Desa-desa
mengeluarkan beras, sayur-mayur, binatang ternak, susu dan lain-lain.
Barang-barang kota yang berlebih — yakni barang itu dipandang penduduk kota
sebagai keperluan hidupnya ditukarkan dengan barang-barang desa yang berlebih
itu.
Di Amerika pada waktu
yang biasa seperti pada tahun 1913, selagi negeri ini terpencil dan kurang
imperialistis, seperti sekarang ini, boleh dikatakan sama besarnya perbandingan
antara barang-barang industri dengan pertanian (harga pasar antara kedua barang
itu hampir sama). Jadi dalam pemandangan ekonomi kota memenuhi keperluan desa,
desa memenuhi keperluan kota.
Di Indonesia sebagai
akibat kemajuan ekonomi yang tidak teratur sebagaimana mestinya, tidak seperti
di atas keadaannya. Kota-kota kita tak dapat dianggap sebagai konsentrasi dari
teknik, industri, dan penduduk. Ia tak menghasilkan barang-barang baik untuk
desa maupun untuk perdagangan luar negeri, dari kapitalis-kapitalis bumiputra.
Mesin-mesin pertanian, keperluan rumah tangga, bahan-bahan untuk pakaian dan
lain-lain tidak dibuat di Indonesia, tetapi didatangkan dari luar negeri oleh
badan-badan perdagangan imperialistis. Desa-desa kita tak menghasilkan barang
kebutuhan untuk kota-kota, karena untuk mereka sendiri pun tak mencukupi. Beras
misalnya, makanan rakyat yang terutama mesti didatangkan dari luar, di tahun
1921 seharga f 114,160,000, meskipun bangsa kita umumnya sangat pandai
mengerjakan tanahnya dan semua syarat untuk menghasilkan beras bagi keperluan
sendiri bahkan dapat pula mengeluarkan berasnya yang berlebih. Desa-desa kita
mengeluarkan gula, karet, teh, dan lain-lain barang perdagangan yang mengayakan
saudagar asing, tetapi memiskinkan dan memelaratkan kaum tarsi; kota-kota kita
bukanlah menjadi pusat ekonomi bangsa Indonesia, tetapi terus-terusan menjadi
sumber ekonomi yang mengalirkan keuntungan untuk setan-setan uang luar negeri.
Bahan yang
menyebabkan kapitalisme bukanlah Indonesia — mengingat riwayat negeri kita yang
tersebut di atas — teranglah bagi kita.
Sudah kita lihat
bahwa politik perampok bangsa Belanda, memusnahkan sekalian benih-benih
industri bumiputra yang modern. Hongi-hongi cultuur stelsel, monopoli stelsel
dan gencetan pajak yang tak ada ampunnya. Dan pemasukan saudagar-saudagar
Tionghoa yang teratur di zaman Kompeni Timur Jauh (VOC) menghancurluluhkan
sekalian alat-alat sosial ekonomi dan teknik nasional yang kuat.
Jika sekiranya bangsa
Indonesia tidak dirampok, dan mempunyai kepandaian teknik, serta dipengaruhi
oleh orang asing, tentulah orang Indonesia ada kesempatan untuk memenuhi
kemauan alam.
Boleh jadi dengan
secara damai (seperti di Jepang) atau dengan perantara pemboikotan nasional
(seperti di India) kaum menengah Indonesia atau Indo dengan jalan mengumpulkan
kapital nasional mendirikan industri untuk memenuhi kebutuhan nasional seperti
tenun besi.
Demikianlah, kapital
Indonesia timbul dengan teratur pula antara lapisan-lapisan sosial Indonesia
dan mempunyai perhubungan yang teratur. Saudagar Indonesia yang dulu kecil
sekarang sudah menjadi bankir atau mengepalai perusahaan yang besar-besar.
Penempa besi, tukang tukang gula, saudagar batik yang dulu kecil menjadi
pemimpin industri logam, gula atau tenun. Tetapi imperialisme Belanda dalam 300
tahun tak meningkatkan apa pun untuk bangsa Indonesia, semua habis diangkut ke
negerinya. Ia memuntahkan kapitalisme kolonial Belanda yang tidak ada duanya di
dunia.
BAB
II
Contoh
Kasus
Upah Murah Nike, Buah Aturan Pemerintah Indonesia
JAKARTA - Jersey yang dipersiapkan untuk perhelatan Piala Dunia oleh
Tim Nasional Inggris diproduksi oleh Nike di Indonesia. Namun, bayaran untuk
buruh yang mengerjakan baju yang mahal ini sangat-sangat murah.
Buruh-buruh ini hanya dibayar 30 pence per jam. Jika 100 pence setara dengan 1 pounds, artinya, buruh ini cuma dibayar Rp5.642 per jam. Jika buruh tersebut bekerja selama delapan jam sehari, dan masuk kerja selama lima hari dalam seminggu, mereka hanya mengantongi gaji sebesar Rp1,26 juta tiap bulan.
Upah tersebut ditetapkan Nike seiring dengan upah minimal regional (UMR) oleh otoritas berwenang Indonesia. Meski demikian, uang tersebut terlalu sedikit untuk makan dan membeli pakaian keluarga mereka. Para buruh pun Kebanyakan hanya diam, karena takut dipecat jika bicara.
Namun, setelah protes besar-besaran tahun lalu, pekerja Nike di Jakarta mengalami kenaikan upah minimum 44 persen menjadi Rp2,2 juta, atau setara dengan 117 poundsterling per bulan. Sayangnya, berbeda dengan Jakarta, para pekerja pedesaan masih mengalami nasib yang buruk.
Salah seorang buruh yang berperan menjadi penjahit di sebuah pabrik Nike di Indonesia, Aida, mengatakan telah menjahit kira-kira 120 unit kaus Nike per jamnya di pabrik tersebut.
"Saya dan rekan kerja saya harus hidup pada Rp2,2 juta per bulan, jauh di bawah upah hidup untuk membeli makanan yang layak, perumahan dan perawatan kesehatan, dan pendidikan untuk keluarga dengan anak-anak," katanya seperti dikutip dari Mirror, Senin (7/3/2014).
"Satu kaus dijual seharga hampir 40 persen dari apa yang saya peroleh selama satu bulan. Nike membuat keuntungan besar dari pekerjaan kita, tapi gagal untuk membayar upah layak bagi kita. Seharusnya perusahaan mengikuti slogan Nike, 'Just do it'," tambah dia.
Tim kampanye anti Nike mengatakan, upah layak bagi seorang pekerja tunggal di Indonesia adalah sekitar 190 poundsterling per bulan atau setara Rp3,572 juta mengacu kurs Rp18.803 per poundsterling.
Markas utama Nike, di Oregon, Portland, memiliki kantor yang sangat bagus, dengan struktur kaca berkilauan dan memiliki bentuk ramping, dengan presidennya Mark Parker, dibayar 9,2 juta poundsterling atau Rp172,987 miliar pada 2013, dan mempunyai aset sebesar 15,6 miliar poundsterling dengan laba 1,5 miliar poundsterling tahun lalu. Kontras dengan kondisi panas dan berdebu di pabrik Indonesia.
Dalam beberapa dekade terakhir, biaya tenaga kerja yang meningkat di Jepang, Korea Selatan dan Taiwan, telah membuat Nike mengalihkan basis produksinya ke China, Thailand, Indonesia, Vietnam dan Kamboja.
Buruh-buruh ini hanya dibayar 30 pence per jam. Jika 100 pence setara dengan 1 pounds, artinya, buruh ini cuma dibayar Rp5.642 per jam. Jika buruh tersebut bekerja selama delapan jam sehari, dan masuk kerja selama lima hari dalam seminggu, mereka hanya mengantongi gaji sebesar Rp1,26 juta tiap bulan.
Upah tersebut ditetapkan Nike seiring dengan upah minimal regional (UMR) oleh otoritas berwenang Indonesia. Meski demikian, uang tersebut terlalu sedikit untuk makan dan membeli pakaian keluarga mereka. Para buruh pun Kebanyakan hanya diam, karena takut dipecat jika bicara.
Namun, setelah protes besar-besaran tahun lalu, pekerja Nike di Jakarta mengalami kenaikan upah minimum 44 persen menjadi Rp2,2 juta, atau setara dengan 117 poundsterling per bulan. Sayangnya, berbeda dengan Jakarta, para pekerja pedesaan masih mengalami nasib yang buruk.
Salah seorang buruh yang berperan menjadi penjahit di sebuah pabrik Nike di Indonesia, Aida, mengatakan telah menjahit kira-kira 120 unit kaus Nike per jamnya di pabrik tersebut.
"Saya dan rekan kerja saya harus hidup pada Rp2,2 juta per bulan, jauh di bawah upah hidup untuk membeli makanan yang layak, perumahan dan perawatan kesehatan, dan pendidikan untuk keluarga dengan anak-anak," katanya seperti dikutip dari Mirror, Senin (7/3/2014).
"Satu kaus dijual seharga hampir 40 persen dari apa yang saya peroleh selama satu bulan. Nike membuat keuntungan besar dari pekerjaan kita, tapi gagal untuk membayar upah layak bagi kita. Seharusnya perusahaan mengikuti slogan Nike, 'Just do it'," tambah dia.
Tim kampanye anti Nike mengatakan, upah layak bagi seorang pekerja tunggal di Indonesia adalah sekitar 190 poundsterling per bulan atau setara Rp3,572 juta mengacu kurs Rp18.803 per poundsterling.
Markas utama Nike, di Oregon, Portland, memiliki kantor yang sangat bagus, dengan struktur kaca berkilauan dan memiliki bentuk ramping, dengan presidennya Mark Parker, dibayar 9,2 juta poundsterling atau Rp172,987 miliar pada 2013, dan mempunyai aset sebesar 15,6 miliar poundsterling dengan laba 1,5 miliar poundsterling tahun lalu. Kontras dengan kondisi panas dan berdebu di pabrik Indonesia.
Dalam beberapa dekade terakhir, biaya tenaga kerja yang meningkat di Jepang, Korea Selatan dan Taiwan, telah membuat Nike mengalihkan basis produksinya ke China, Thailand, Indonesia, Vietnam dan Kamboja.
BAB
III
Analisis
Kasus
Perbudakan
Buah Kapitalisme
Jika
kita bicara soal perbudakan yang akan terlintas pertama adalah masa-masa
penjajahan Indonesia dulu. Bagaimana perbudakan marak terjadi dengan
orang-orang pribumi. Para penjajah memperbudak Bangsa Indonesia untuk mengeruk
kekayaan SDA bangsa ini dan akhirnya hanya untuk memenuhi kepentingannya
sendiri.
Di
zaman modern ini tentulah kata perbudakan sudah bagaikan kata yang tabu. Menganggap
negeri ini sudah merdeka dari penjajahan fisik, kita tak akan menemukan lagi
kasus perbudakan. Namun sepertinya kemerdekaan suatu negara bukanlah jaminan
rakyatnya akan terbebas dari perbudakan.
Perbudakan
sebagai buah dari kapitalisme bukanlah hal baru. Salah satu kasus yang tercium
oleh media adalah kasus yang saya cantumkan di bab 2, yaitu upah murah yang
diterima oleh buruh PT Nike. Seperti yang telah dicantumkan juga pada artikel, bahwa
para buruh hanya diupah 2,2 juta rupiah perbulannya. Bahkan sebelum ini,
seperti yang dilansir dari sebuah film dokumenter berjudul The Rulers of New Word yang
dibuat oleh John Pilger jurnalis asal Inggris. Dalam film itu diungkap kalau
seorang buruh PT Nike di Tangerang hanya mendapat 2,46 dollar AS per hari
(sebelum krisis moneter) dari sekitar 90-100 dollar harga sepasang sepatu Nike.
Padahal dalam sehari, mereka bisa menghasilkan sekitar 100 sepatu. Sementara
itu, Michael Jordan meraup 20 juta dollar AS per tahun dari iklan Nike.
Demikian pula Andre Agassi yang bisa memperoleh 100 juta dollar untuk kontrak
iklan selama 10 tahun.
Masih
di Indonesia, seorang buruh hanya mendapat 500 rupiah dari setiap helai celana
sport yang ia buat. Padahal celana itu sendiri di jual di mall-mall besar
seharga seratus ribuan rupiah.
Seperti
prinsip dari kapitalisme itu sendiri, para swasta berlomba-lomba
menginvestasikan modalnya untuk memperoleh laba sebanyak-banyaknya. Para pengusaha
asing banyak ‘mengincar’ para buruh dari negara-negara berkembang seperti
Indonesia karna tau bahwa upah untuk buruh disini murah. Itu mengapa, seperti
yang ditulis pada kalimat terakhir artikel, PT Nike mulai mengalihkan basis
produksinya ke China, Thailand, Indonesia,
Vietnam dan Kamboja.
Sangat
disayangkan kasus upah minim yang diberikan oleh perusahaan sekaliber Nike
kepada buruhnya hanya menjadi angin lewat bagi Pemerintah Indonesia. Hal ini
terkait dengan besarnya nilai investasi dan berbagai pajak yang akan
ditargetkan oleh para penguasa dari keberadaan industri-industri tersebut.
Dengan kata lain, eksploitasi dan perbudakan modern terhadap tenaga kerja
terjadi sebagai hasil konspirasi antara penguasa dan pengusaha. Inilah ciri
khas demokrasi dan kapitalisme
“yang
kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin” kalimat itu sangat familiar
setiap kali kita mempelajari kapitalisme, dan kata-kata ini benar terjadi oleh
saudara-saudara kita kaum buruh. Karna hanya mereka yang memiliki modal
besarlah yang bisa dikatakan sejahtera. Sedangkan mereka yang tidak memiliki modal
untuk berinvestasi hanya bisa mangut dan
terima saja. Kasus perbudakan sebagai hasil dari kapitalisme ini memanglah
tidak bisa dihindari. Di zaman globalisasi dimana pengusaha asing bisa dengan
bebas keluar masuk Indonesia untuk berinvestasi tidak bisa kita cegah atau
hentikan. Tapi saya harap ada kepedulian lebih dari pemerintah mengenai masalah
upah di bawah standar atau yang bisa kita sebut perbudakan di zaman modern. Para
buruh Nike walaupun tidak menerima kekerasan secara fisik, tapi keringat dan
waktu berjam-jam mereka berdiri di pabrik yang panas, untuk menghasilkan produk
yang harganya adalah harga kalangan kelas atas, hanya dibayar sepersekian
persen dari keuntungan tinggi yang dihasilkan oleh 1 produk Nike.
Jadi
kesimpulannya mengapa saya setuju bahwa kasus ‘perbudakan’ yang dialami oleh
buruh PT Nike ini adalah contoh kegiatan kapitalisme di Indonesia karena:
1. Pihak
asing (dalam hal ini Nike) yang menginvestasikan modalnya di Indonesia. Seperti
yang dijelaskan pada bab pendahuluan, pada zaman kapitalisme awal orang-orang
mulai melakukan perdagangan lintas negara yang menjadi awal dari lahirnya
kapitalisme.
2. Upah
kecil yang diberikan Nike kepada buruhnya adalah perwujudan dari prinsip
kapitalisme yaitu mencari keuntungan sebanyak-banyaknya yang dilakukan oleh
pihak swasta
3. Walaupun
pabrik Nike ada di Indonesia, tapi mesin dan alat-alat untuk memproduksinya
adalah milik pihak swasta asing, dalam hal ini Nike sendiri.
4. Kurangnya
perhatian pemerintah tentang hal ini seolah menggambarkan pemerintah tidak ikut
campur dalam kegiatan perusahaan Nike di Indonesia.
Untuk itu kita sebagai warga
Indonesia mulai sekarang mulailah menggunakan produk-produk asli Indonesia. Jangan
sampai pihak swasta asing mengambil alih ‘kerajaan’ pasar kita dan
menenggelamkan produk karya anak bangsa. Dan sekali lagi, dibalik rasa bangga
anda terhadap produk luar negeri yang anda miliki, mungkin ada penderitaan
saudara-saudara buruh kita yang bahkan tidak mendapatkan keadilan dari 1 produk
yang mereka kerjakan dengan keringat dan tenaga mereka.
DAFTAR PUSTAKA
anonymous. (n.d.). Aksi Masa Tan Malaka (1926).
Retrieved april 25, 2015, from
https://www.marxists.org/indonesia/archive/malaka/AksiMassa/Bab4.htm
anonymous. (n.d.). Kapitalisme.
Retrieved april 25, 2015, from Wikipedia:
http://id.wikipedia.org/wiki/Kapitalisme
anonymous. (2013, mei
10). Perbudakan Tenaga Kerja Adalah Ciri Khas Kapitalisme. Retrieved
april 25, 2015, from hizbut-tahrir:
http://hizbut-tahrir.or.id/2013/05/10/perbudakan-tenaga-kerja-adalah-ciri-khas-kapitalisme/
harmoko, s. (2014,
maret 12). Apa Itu Kapitalisme,Kapitalis Baik Pengertian Dan Ciri-Cirinya.
Retrieved april 25, 2015, from
http://softjan.blogspot.com/2014/03/apa-itu-kapitalisekapitalis-baik.html
Kertiyasa, m. b. (2014, april 7). Upah Murah NIKE, Buah Aturan Pemerintah
Indonesia. Retrieved april 26, 2015, from http://economy.okezone.com/read/2014/04/07/320/966591/upah-murah-nike-buah-aturan-pemerintah-indonesia
Triyanto, T. (2014,
Februari 16). Indonesian Student Union Serikat Mahasiswa Indonesia Semarang
City. Retrieved April 25, 2015, from
http://smi-semarang.blogspot.com/2014/02/sejarah-perkembangan-kapitalisme.html
yeimo, a. m. (2015,
januari 12). Papua dalam bidikan kapitalisme. Retrieved april 25, 2015,
from majalahselangkah:
http://majalahselangkah.com/content/papua-dalam-bidikan-kapitalisme
0 komentar:
Posting Komentar